Bengkulu (ANTARA News) - Jaringan terorisme atau radikalisme sudah menyusup sampai ke kampung-kampung. Diamkah kita? Jelas tidak, sebagaimana dinyatakan Komandan Korem 041/Garuda Emas Bengkulu, Kolonel Inf Sofwat Nasution, yang yakin peran Bintara-bintara Pembina Desa.

"Saya sudah mengintruksikan seluruh prajurit yang bertugas sebagai Bintara Pembina Desa di wilayah tugas kami meningkatkan perannya dalam mengantisipasi teror yang membahayakan keamanan Indonesia," katanya, Sabtu.

Dalam hirarki organisasi komando teritorial TNI-AD, Bintara Pembina Desa berada pada struktur paling bawah; artinya, dia ada pada posisi paling depan di tengah masyarakat secara langsung. Tidak jarang seorang bintara pembina desa itu memiliki wilayah operasi beberapa desa sekaligus.

Kewajiban utama mereka memberikan pembinaan kepada masyarakat desa setempat. Dalam aspek penanggulangan terorisme, mereka patut memberi informasi awal alias deteksi secara dini dan mencegah gerakan yang mengarah pada terorisme ataupun radikalisme.

"Upaya pencegahan dari ancaman terorisme memang tidak mudah. Karena itu peran aktif seluruh masyarakat dalam menjaga keamanan di wilayahnya masing-masing juga sangat dibutuhkan," katanya.

Ia menjelaskan, semua lapisan masyarakat di Provinsi Bengkulu harus meeningkatkan kewaspadaan pasca terjadinya bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kapunton Solo Jawa Tengah pada Minggu (25/9).

"Masyarakat Bengkulu tidak boleh lengah dengan ancaman teroris meski kamtibmas di daerah itu cukup aman dan terkendali," katanya.

Bengkulu, dari posisinya, sering menjadi tempat tujuan sekaligus persinggahan bagi siapa saja di Pulau Sumatera. Keberadaan warga-warga baru itu harus diwaspadai dan diamati walaupun Bengkulu secara umum dinyatakan aman.

"Siapa tahu mereka bagian dari anggota jaringan teroris yang menyusup masuk ke Bengkulu. Sebab, Bengkulu merupakan jalur terbuka baik darat maupun laut, sehingga sangat memungkinkan anggota teroris masuk ke daerah itu. Karena itu masyarakat Bengkulu harus mewaspadai ancaman tersebut, katanya.

Tetapi ada saja kaitan Bengkulu dengan aksi dan jaringan terosisme itu. "Provinsi Bengkulu pernah menjadi tempat persembunyian para pelaku terorisme untuk menyimpan bahan baku bom dan merencanakan bom bunuh diri di Hotel JW Marriot Jakarta," katanya.

Ia menjelaskan, Asmar Latin Sani yang menjadi pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriot Jakarta pada 2003, tercatat sebagai warga yang tinggal di Kota Bengkulu.

"Bahkan buronan otak teroris Azhari yang merupakan warga Malaysia dan telah tewas tertembak, pernah bersembunyi di Kota Bengkulu beberapa bulan sebelum melakukan pengeboman di Hotel JW Marriot Jakarta pada 2003 lalu," katanya. (ANT)