BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 01 Oktober 2011

KPK Dalami Dugaan Korupsi Gubernur Banten

Jpnn
JAKARTA - Salah seorang Calon Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah berpotensi terpecah konsentrasinya, menghadapi pemilihan kepala daerah yang tinggal sekitar sebulan lagi. Komisi Pemberantasan Korupsi siap mengaji serius laporan terkait dugaan korupsi terkait dana hibah dan bantuan sosial di Provinsi Banten bernilai ratusan miliar rupiah.
   
"Tentu kami akan tindaklanjuti laporan yang ada dengan mulai melakukan penyelidikan," ujar juru bicara KPK, Johan Budi saat dihubungi, Jumat (30/9). Dia menyatakan, pihaknya akan terlebih dulu melihat apakah dalam laporan benar ada unsur dugaan tindak pidana korupsi atau tidak.
      
Termasuk, lanjut dia, apakah dugaan kasus yang ada masuk dalam kewenangan KPK atau lembaga penegak hukum lainnya. "Itu juga perlu, apakah sudah disidik dengan instansi penegak hukum lain atau enggak" imbuhnya.

Menurut Johan, saat ini pengaduan itu masih didalami di Direktorat Pengaduan Masyarakat (KPK). "Posisi pengaduannya masih di Dumas," sambung Johan.

Sebelumnya Pada Rabu (28/9), Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Aliansi Independen Peduli Publik (AIPP) telah melaporkan secara resmi Ratu Atut atas dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial di provinsi yang dipimpin oleh putri jawara Banten Chasan Sochib itu. Laporan tersebut didasarkan atas hasil uji petik yang dilakukan selama tiga tahun terakhir terhadap dua program tersebut.

Berdasar laporan yang telah disampaikan ke KPK, tren anggaran hibah dan bantuan social selama tiga tahun terakhir di Provinsi Banten memang mengalami kenaikan fantastis. Khusus, dana hibah meningkat dari Rp 14 miliar pada 2009, meningkat menjadi Rp 239 miliar lebih pada 2010. Dan puncaknya, pada 2011, meningkat kembali menjadi Rp 340 miliar lebih.

Dana hibah tersebut disalurkan kepada 221 organisasi dan forum yang dibentuk masyarakat maupun instansi negara. Sedangkan, dana bansos yang pada 2011 sebesar Rp 51 miliar disebarkan kepada 160 lembaga.

ICW tidak memverifikasi dan meneliti seluruh penerima dana hibah maupun bansos yang ada. Yang diverifikasi hanya sebanyak 30 persen dari kelompok penerima dana. Dengan besaran dana yang ditelusuri sebesar Rp 240 miliar.

Meski demikian, temuan yang dihasilkan cukup mencengangkan. Berdasarkan hasil uji petik yang dilakukan, paling tidak ada sepuluh lembaga penerima hibah yang diduga fiktif yang tersebar di beberapa daerah di Banten. Total anggaran yang dialokasikan kepada sembilan lembaga tersebut sebesar Rp 4,5 miliar.

Selain itu, pada daftar penerima hibah juga ditemukan, nama penerima yang tidak jelas dengan alamat yang sama. Diantaranya, ada delapan penerima hibah yang memiliki alamat sama di Jl. Brigjend KH Syam?un No.5, Kota Serang, dan empat lembaga dengan alamat sama di jalan Syekh Nawawi Albantani Palima Serang. Di dua belas lembaga itu saja total alokasi anggarannya mencapai Rp 28,9 miliar.

Termasuk, juga ditemukan, bahwa dana hibah di Banten ternyata banyak yang didistribusikan kepada lembaga-lembaga yang dipimpin oleh keluarga Ratu Atut. Mulai dari suami, kakak, anak, menantu, dan ipar.

Misalnya, dewan kerajinan nasional daerah (Dekranasda) Banten yang menerima hibah sebesar Rp750 juta. Dekranasda dipimpin oleh suami Ratu Atut yang juga anggota DPRD Banten Hikmat Tomet.  Total dana hibah yang masuk ke lembaga yang dipimpin oleh keluarga gubernur mencapai Rp 29,5 miliar.

"Laporan kami ke KPK juga disertai sejumlah lampiran, yang tentu bisa dijadikan alat bukti dalam proses hukum nantinya," kata Peneliti Senior ICW Abdullah Dahlan, saat dihubungi, kemarin (30/9).  
   
Dia menegaskan, waktu penyampaian laporan lembaganya ke KPK yang mendekati pelaksanaan pilkada Banten yang rencana dihelat pada 22 Oktober 2011 nanti, bukan karena dilandasi unsur politis. Atau, untuk mengganjal salah satu kandidat calon tertentu. ?Justru akan salah besar, kalau kami yang punya data valid dan bisa dipertanggungjawabkan, tapi tidak menyampaikannya pada KPK,? tandas Dahlan.

Dia juga menggarisbawahi, kalau pihaknya melakukan riset dan investigasi terkait dana hibah dan bansos di Banten karena didasari pertimbangan kuat. Yaitu, bahwa nilai anggaran untuk pos-pos tersebut di provinsi yang ada di salah ujung Jawa itu sangat besar, jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain.  "Jadi, konsen kami bukan pada personal, apalagi ada unsur politik di balik ini semua, terlalu remeh itu," tandasnya, kembali.

Dia lantas menyatakan, bahwa fenomena memanfaatkan dana hibah maupun bansos oleh incumbent yang maju lagi dalam pilkada diperkirakan juga banyak terjadi di banyak daerah lain. Kenaikan fantastis anggaran dana hibah maupun bansos mendekati masa berakhir pemerintahan seperti yang ada di Banten, menurut dia, diindikasikan telah banyak diterapkan sejumlah kepala daerah lain.

Terutama, mereka yang hendak maju kembali jadi kepala derah. "Dengan laporan kami ini, semoga nanti KPK juga ikut konsen mencermati dana-dana seperti ini di daerah lain," tandasnya. (kuh/dyn)

Tidak ada komentar: