Aryo Bhawono - detikNews
Jakarta - Hakim Agung Artidjo Alkostar dikenal sebagai hakim 'killer' bagi para koruptor. Setiap perkara kasus korupsi yang dipegangnya pasti diganjar vonis lebih berat.
"Tetapi itu saya kira pada pokoknya bagaimana supaya koruptor itu bisa sadar, bahwa dia sadar mengambil uang rakyat. Jadi victim, korban, dari koruptor itu adalah rakyat. Ini kadang-kadang tidak terasa. Nah, kalau tidak terasa itu bisa masuk ke stadium IV kalau di kanker," jelas Artidjo dalam wawancara dengan majalah detik akhir pekan lalu.
Artidjo juga menguraikan, di pengadilan tak ada istilah memiskinkan koruptor. Jadi bila denda atau uang sitaan besar dijatuhkan, sepenuhnya itu hanya memenuhi UU Korupsi saja.
"Di pengadilan itu tidak ada istilah memiskinkan. Yang ada di pengadilan itu uang penggantinya itu sebanyak-banyaknya. Itu maksimalnya. Kita di hukum itu memberdayakan supaya roh, tujuan UU korupsi, itu tercapai," jelas mantan aktivis YLBHI ini.
Karenanya menurut Artidjo yang terpenting dari vonis dengan uang pengganti itu yakni uang negara yang dicuri kembali ke negara.
"Rohnya itu kan pengembalian uang negara yang dicuri koruptor. Nah, terminologi pemiskinan itu bukan milik pengadilan," tutupnya.
Dalam fokus majalah detik edisi 104, saat mendapat vonis ringan itu pada 10 Januari 2013, janda Adjie Massaid tersebut masih bisa tersenyum. Hukuman 4 tahun 6 bulan itu tentu bukan waktu yang terlalu lama. Namun ternyata, belum sampai satu tahun, hukuman itu diubah di tingkat Mahkamah Agung.
Majelis hakim MA yang diketuai Artidjo Alkostar menghukum penjara Angie tiga kali lipat lamanya, 12 tahun. Di samping itu, Angie harus membayar uang pengganti yang jumlahnya tidak tanggung-tanggung, Rp 39,981 miliar. Bila tidak sanggup, ia harus menggantinya dengan 5 tahun bui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar