Pewarta: Edy M Ya`kub
Surabaya (ANTARA
News) - Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga
(Unair) Surabaya segera memproduksi obat herbal untuk anti-demam
berdarah, karena penelitian secara klinis sudah memasuki fase III.
"Obat herbal untuk demam berdarah menggunakan tanaman Melaleuca
Alternifolia yang tumbuh di Australia, karena riset yang didukung
Kemenkes itu memang melibatkan peneliti Indonesia-Australia," kata Ketua
ITD Unair Prof Nasronuddin di Surabaya, Minggu.
Didampingi peneliti senior dari Center for Botanical Medicine,
Griffith University Australia, Max Reynolds, dan Kepala Pusat Teknologi
Demiologi Klinik Kementerian Kesehatan, Siswanto, ia menjelaskan
penelitian bersama itu dilakukan sejak tahun 2006.
"Tapi, obat herbal itu merupakan produk kita, namun bahan bakunya
akan diimpor dari Australia. Itu bukan berarti akan menggeser
kemandirian kita, karena prosesnya akan ada transfer teknologi," katanya
di sela-sela simposium tentang demam berdarah itu.
Menurut Nasronudin, metode penelitian dan uji klinis fase III yang
menggunakan random double-blind dengan kontrol placebo itu didukung oleh
lima rumah sakit dan 15 puskesmas di Jawa Timur dengan target 530
pasien partisipan yang menderita infeksi dengue.
Dengue (DENV) adalah flavivirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti dengan empat serotype antigen yang berbeda, yakni DEN-1 hingga
DEN-4. Semua serotype dengue menginfeksi manusia dan belum ada
pengobatan atau vaksin yang tersedia untuk infeksi dengue.
Senada dengan itu, peneliti senior Giffith University, Max Reynolds,
menilai temuan obat demam berdarah terbaru oleh Indonesia itu bisa
bermanfaat bagi dunia, karena itu Indonesia harus memasarkan untuk
dunia.
"Australia sudah memakai tanaman Melaleuca Alternifolia untuk bahan
baku obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, tapi bukan obat demam
berdarah, baru kali ini untuk dengue dan Indonesia berhasil
mengembangkannya," ujar Max.
Dalam kesempatan itu, Kepala Pusat Teknologi Demiologi Klinik
Kementerian Kesehatan, Siswanto, mengingatkan temuan Unair itu hendaknya
dimintakan persetujuan ke BPOM sebelum dilempar ke pasaran dan
dikonsumsi penderita.
"Saya yakin temuan ini segera mendapat approval dari BPOM karena
merujuk bahan baku tanaman Melaleuca Alternifolia yang sudah mendapat
paten di Australia, kendati untuk bahan baku obat lain," katanya.
Untuk fase I, penelitian ini melibatkan Universitas Gadjah Mada dan
fase II melibatkan Universitas Indonesia. "Riset ini digagas oleh
Kementerian Kesehatan dan sepenuhnya didanai pemerintah. Untuk fase III
menghabiskan dana Rp4 miliar," katanya. (E011/Z003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar