Rachmadin Ismail - detikNews
Jakarta - KPK membuka penyelidikan baru terkait dugaan
korupsi di Banten. Mereka menelusuri sengkarut penyaluran dana hibah dan
bantuan sosial yang diduga dilakukan Ratu Atut Chosiyah dan kroninya.
Bagaimana aliran duitnya?
Sejumlah data dan fakta mendukung
penyelidikan ini. Mulai dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
hingga investigasi sejumlah LSM yang peduli terhadap nasib rakyat
Banten.
Dalam dokumen laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan
Keuangan Pemerintah Provinsi Banten tahun 2012, terungkap sejumlah
masalah dalam penyaluran dana bansos dan hibah. Ada yang berhubungan
dengan pelaporan yang tak jelas dan kegiatan yang fiktif.
Temuan
pertama, ada realisasi belanja hibah dan bansos yang tidak didukung oleh
laporan pertanggungjawaban (LPJPD) dan surat pertanggungjawaban (SPTJ)
dari para pengguna. Masih ada 629 penerima hibah yang belum menyampaikan
laporan secara lengkap dengan nilai Rp 82,4 miliar.
"Dan masih
terdapat 1.284 penerima bantuan sosial yang belum menyampaikan LPJPD
dan/atau SPTJ secara lengkap senilai Rp 9.993.500.000,00," demikian isi
laporan tersebut.
Dengan demikian, realisasi belanja hibah dan
belanja bantuan sosial pada Pemerintah Provinsi Banten TA 2012 senilai
Rp 82.414.535.000 dan senilai Rp 9.993.500.000 belum dapat dinilai
kewajarannya.
Temuan kedua, ada penggunaan dana hibah dari
Pemprov Banten yang tidak sesuai dengan laporan. Salah satunya terjadi
di Yayasan Sholatiyah. Kegiatan yang dilaporkan menelan biaya Rp 600
juta, ternyata
tidak pernah dilakukan
Aliansi Banten Menggugat (ABM) pernah mengadukan masalah ini ke KPK.
Mereka menyoroti dana bansos dan hibah tahun anggaran 2011 yang
digelontorkan Atut hingga Rp 340,4 miliar yang dibagikan kepada 221
lembaga/organisasi dan program bansos senilai Rp 51 miliar. Jumlah
tersebut dua kali lipat dari anggaran sebelumnya pada tahun 2010 yang
berjumlah Rp 145 miliar.
"Setelah diinvestigasi, sekitar 60
lembaga yang kita temukan fiktif, badan hukum dan palangnya saja tidak
jelas, tidak tahu," kata Uday Syuhada, koordinator Aliansi Independen
Peduli Publik (Alip) yang menjadi bagian dari ABM saat berbincang dengan
detikcom, Jumat (1/11/2013).
"Padahal lembaga penerima hibah itu
minimal berbadan hukum, ada keterangan domisili, akta notaris. Ini
tidak ada, padahal menerima uang Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar,"
sambungnya.
ICW juga sempat melansir data, dari ratusan miliar
dana bansos dan hibah yang dianggarkan pada APBD 2011, sebanyak 30
persen tak jelas pertanggungjawabannya. Diduga, dana itu banyak mengalir
kepada lembaga yang dipimpin oleh keluarga atau orang yang memiliki
afiliasi politik dengan Ratu Atut.
Misalnya, Dewan Kerajinan
Nasional Daerah (Dekranasda) menerima hibah sebesar Rp 750 juta.
Dekranasda dipimpin oleh suami Ratu Atut Chosiyah yang juga anggota DPR
dari Banten, Hikmat Tomet. Ada juga dana untuk Karang Taruna yang
dipimpin anak Ratu Atut, Andhika Hazrumy, senilai Rp 1,5 miliar. Total
dana hibah yang masuk ke lembaga yang dipimpin oleh keluarga Gubernur
mencapai Rp 29,5 miliar.
KPK sudah menyelidiki perkara ini. Sejumlah pihak akan dipanggil dan barang bukti sedang dikumpulkan.
Pihak
Ratu Atut belum ada yang bisa dimintai konfirmasi perihal penyelidikan
ini. Namun adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, saat ditemui di BPK beberapa
waktu lalu mengatakan, semua normal.
"Dilihat saja di pembukuan
organisasinya. Itu kan di sana ada bendahara, ada semua, kita terbuka
kok, dilihat aja," kata Wakil Bupati Pandeglang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar