Laporan: Ujang Sunda
RMOL. Singapura menjadi tempat yang aman bagi koruptor untuk menyimpan harga hasil korupsi dan melakukan pencucian uang. Konon, tahun ini ada aliran dana hasil korupsi sebesar 162 juta dolar AS atau setara 1,87 triliun lari ke Singapura. Karena tidak ada perjanjian ekstradisi, uang tersebut tidak bisa dibawa kembali ke Indonesia apalagi disita.
Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan atau PPATK Agus Santoso menyatakan, selama ini sudah banyak tersangka korupsi yang ke Singapura dan menyimpan uangnya di sana. Mulai dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, kasus dana talangan Bank Century, sampai kasus Gayus Tambunan.
"Sayangnya, kami kesulitan untuk mengejar dan mengembalikan uang itu ke dalam negeri," ujar Agus kepada Rakyat Merdeka Online, Sabtu (16/11).
Kenapa? Menurutnya, Indonesia menganut hukum Eropa Kontinental peninggalan Belanda, sedangkan Singapura menganut sistem common law. Terlebih, antara Indonesia dan Singapura tidak memiliki perjanjian akstradisi.
"Sehingga kami kesulitan dalam melakukan pemburuan," imbuhnya.
Selain itu, kebijakan yang diterapkan Singapura dan beberapa negara tetangga juga menyebabkan PPATK dalam menelusuri harta hasil korupsi. Misalnya, ada aturan second home policy. Warga asing yang membeli rumah sekitan ratus juta atau membeli apartemen mewah Singapura langsung diberi KTP Singapura. Mereka dianggap warga negara Singapura.
Agus tidak tahu persis dana hasil korupsi yang ada di Singapura. Soalnya, PPATK tidak punya akses ke bank-bank yang ada di Singapura untuk mengetahui mengetahui uang ke sana.
"Di Kejaksaan Agung mungkin ada datanya. Di sana kan ada tim pemburu koruptor," imbuhnya.
Antara Indonesia dengan Singapura sebenarnya sudah ada perjanjian Mutual Legal Assistance alias MLA. Sayangnya, selama ini perjanjian tersebut belum bisa digunakan untuk memburu aset koruptor di sana.
Untuk mencegah semakin banyak uang hasil korupsi dibawa kabur ke Singapura dan negara lain, PPATK sudah bekerja sama dengan 42 PPATK negara lain lain membentuk sistem laporan transaksi keuangan baru bernama International Found Transfer Instructions. Dengan sistem ini, setiap orang yang mau transfer ke luar negeri harus dilaporkan. Ke bank mana dan ke siapa saja uang itu dikirim, akan terlacak.
"Nanti, semua transfer ke luar negeri harus dilaporkan. Dengan begitu bisa diantisipasi. Kan mereka transfernya bertahap, ini bisa kita cegah,” jelas Agus.
Kerja sama PPATK antarnegara ini rencananya diresmikan pada 14 Januari 2014. Dengan adanya kerja sama ini, tak ada satu pun uang negara yang berada di luar negeri yang tak diketahui PPATK.
"Empat puluh dua negara telah berhubungan dengan negara kita soal ini," tandas Agus.[wid]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar