BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 25 November 2013

Terima Suap, Pegawai MA Dituntut 3 Tahun Penjara

VIVAnews – Pegawai Negeri Sipil Mahkamah Agung, Djodi Supratman, dituntut penjara tiga tahun dengan denda Rp100 juta subsider lima bulan penjara. Djodi merupakan terdakwa dalam kasus dugaan suap pengurusan kasasi perkara Hutomo Wijaya Ongowarsito yang melibatkan pengacara Mario Cornelio Bernardo dari Kantor Hukum Hotma Sitompoel and Associates.

“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Djodi Supratman selama tiga tahun dikurangi masa tahanan,” ujar Jaksa Penuntut Umum Pulung Rinandoro saat membacakan berkas tuntutan Djodi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 25 November 2013.

‎Jaksa menyatakan, Djodi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Hal yang memberatkan Djodi adalah dia tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Sementara pertimbangan yang meringankan adalah dia mengakui perbuatannya secara tertulis, merasa menyesali dan bersalah, serta belum pernah dihukum sebelumnya.

Menurut Jaksa Titiek Utami saat membacakan uraikan perbuatan, awalnya Mario menghubungi Djodi melalui pesan singkat untuk menanyakan perkara Hutomo. Pada pesan singkat itu, Mario juga menyampaikan agar memori kasasi jaksa penuntut umum dikabulkan. Djodi lantas menghubungi staf Hakim Agung Andi Abu Ayub Saleh, Suprapto, untuk menanyakan soal perkara itu.

Jaksa Rusdi Amin mengatakan, klien Mario yakni Direktur PT Grand Wahana Indonesia, Koestanto Hariyadi Widjaja, dan Sasan Widjaja berharap Hutomo dijebloskan ke penjara dalam putusan kasasinya, sesuai yang dimohon oleh Jaksa Penuntut Umum. Keduanya menyanggupi akan memberikan uang buat melancarkan urusan itu kepada Mario.

“Selanjutnya terjadi kesepakatan antara Mario dengan Djodi dan Suprapto bahwa dana yang disediakan untuk pengurusan perkara Hutomo agar dijatuhi hukuman pidana sesuai memori kasasi Jaksa Penuntut Umum adalah Rp200 juta,” kata Jaksa Rusdi.

Jaksa Antonius Budi Satria mengatakan, Suprapto menyanggupi membantu Djodi mengurus perkara Hutomo agar diputus sesuai dengan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum. Tetapi Suprapto meminta dana tambahan Rp 300juta. Djodi menyampaikan hal itu kepada Mario, dan Mario menyanggupinya.

Pada 5 Juli 2013, Djodi menagih uang pengurusan perkara itu sebesar Rp50 juta menggunakan istilah “50 butir obat.” Uang diserahkan Mario secara bertahap masing-masing Rp50 juta. Penyerahan ketiga yakni 25 Juli 2013 dilakukan di Firma Hukum Hotma Sitompoel and Associates.

Usai Djodi mengambil uang itu di kantor Mario, ia ditangkap oleh KPK dalam perjalanan pulang ke Gedung Mahkamah Agung di sekitar kawasan Monas, Jakarta Pusat. KPK menemukan uang Rp29 juta dan Rp50 juta dari tangan Djodi. KPK kemudian juga menangkap Mario di kantornya.

“Terdakwa Djodi mengetahui bahwa perbuatannya bersama Suprapto menerima uang tunai Rp150 juta dari Mario melalui Deden dengan tujuan membantu mengurus perkara pidana Hutomo adalah bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku pegawai negeri pada MA,” kata Jaksa Budi.

Menurut Jaksa Budi, perbuatan Djodi dilakukan secara sadar. Maka dari itu Djodi dianggap melanggar ketentuan. (eh)

Tidak ada komentar: