Jakarta - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menegaskan UU tidak membenarkan, terlebih melegalkan, lokalisasi prostitusi. Hal itu karena Menteri Khofifah menilai ada 4 masalah fundamental dari lokalisasi yakni perbudakan, tindakan kriminal, eksploitasi dan perdagangan manusia.
“KUHP tidak melegalkan lokalisasi prostitusi di Indonesia,” kata Menteri Khofifah melalui surat elektronik, Senin (1/6/2015).
Menurut Khofifah, posisi perempuan mesti diberdayakan dan dibangun kemandirian, terutama di bidang ekonomi. Salah satunya, melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dicanangkan Kementerian Sosial (Kemensos).
Program UEP diperuntukan bagi perorangan sebesar Rp 3 juta dan KUBE bagi kelompok yang terdiri dari 10 orang dengan bantuan sebesar Rp 20 juta. Sehingga, para perempuan bekas lokalisasi tidak hanya diselamatkan, tapi diberikan penghidupan layak dan lebih manusiawi.
“Mereka bisa mendapatkan program intervensi dari Kemensos. Bagi mucikari tidak ada pemberdayaan, melainkan tindakan hukum tegas, mesti dijerat,” ucap Khofifah.
Tiga tugas Kemensos terkait penanganan perempuan bekas lokalisasi prostitusi tersebut yaitu memberikan bantuan UEP, menyiapkan tiket pulang kampung, serta memberikan jaminan hidup selama dua bulan. “Tiga tugas Kemensos tersebut, terus dilakukan dengan berbagai pemberdayaan bagi bekas para perempuan lokalisasi di seluruh Indonesia,” ujar Khofifah.
Tidak ada salahnya belajar dari Swedia soal penanganan prostitusi dengan memberikan hukuman terhadap pelanggan, pelaku dan mucikari. Artinya, ketiganya mendapatkan hukuman tegas dan sanksi sosial.
“Para Bupati dan Walikota agar pro-aktif dalam penanganan prostitusi, dengan mendata perempuan dan menyiapkan mereka berbagai program pemberdayaan,” kata Khofifah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar