Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sedang menelusuri rekening tersangka kasus dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.

"Sejak kami menerima surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), langsung kami bergerak," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso kepada ANTARA News, di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan KPK sudah mengirimkan surat permintaan penelusuran rekening tersangka kasus tersebut kepada PPATK. Namun saat diminta merinci nama-nama tersebut Agus enggan untuk memaparkan lebih lanjut.

"Suratnya sudah diterima sejak beberapa hari lalu. Namun saya tidak bisa menyebutkan nama karena dalam undang-undang tidak diperbolehkan, mohon maaf sekali," ujarnya.

Sebelumnya dalam kasus dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian itu, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu Presiden PKS yang juga anggota Komisi I DPR LHI, dua direktur PT Indoguna Utama yaitu JE dan AAE, serta orang dekat LHI, AF.

KPK juga sudah mengirimkan surat kepada PPATK untuk melacak aset para tersangka kasus tersebut. Menurut KPK penelusuran aset merupakan protap lembaga tersebut setelah menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Keempat tersangka sudah resmi ditahan KPK ditempat berbeda. JE ditahan di Rutan Salemba, AAE di Rutan Cipinang, AF di Rutan KPK, dan LHI di Rutan KPK Cabang Guntur.

Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah empat tempat yang diduga terkait dengan kasus dugaan suap impor daging sapi pada hari Kamis (31/1).

Penggeledahan di kantor PT Indoguna Utama, kediaman AAE, AF, dan di Direktorat Jenderal Peteranakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Dari hasil penggeledahan itu KPK menemukan beberapa bukti yang menguatkan dalam proses penyidikan kasus ini.

Juard dan Arya diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.

Sedangkan AF dan LHI diduga melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait jabatannya.