BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 13 Oktober 2011

Ribut Capim KPK, DPR Tak Melek UU

INILAH.COM, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap tidak melek undang-undang dengan terus memperdebatkan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang harus dipilihnya.

Aktivis Transparency International Indonesia Dwipoto Kusumo mengatakan, Dalam pasal 30 ayat (9) UU KPK secara hukum harus memaknai dua kali jumlah masa jabatan dengan memilih empat pimpinan dari delapan calon pimpinan KPK yang ada.

"Karena yang satunya sudah diisi oleh Busyro Muqoddas, yang menurut putusan MK menjabat selama empat tahun," kata Dwipoto di kantornya, Jl. Senayan Bawah, Jakarta Selatan, Kamis (13/10/2011).

Maka seharusnya, lanjut Dwipoto, tidak ada lagi alasan bagi Komisi III DPR mempermasalahkan jumlah calon pimpinan KPK yang harus diterima komisi tersebut. "Jumlah calon pimpinan KPK sudah sah dijawab secara hukum dan konstitusi melalui putusan MK."

Sebagaimana diketahui, Komisi III DPR RI mempermasalahkan jumlah calon pimpinan yang harus dipilihnya. Mayoritas fraksi partai di DPR yakni Golkar, PDIP, PKS, Gerindra, dan Hanura, meminta panitia seleksi menetapkan sepuluh calon pimpinan, dan Komisi III memilih lima calon. Sedangkan Fraksi Partai Demokrat, PPP, PKB, dan PAN menerima putusan dari pansel KPK yang mengirimkan delapan nama calon.

Akibat perselisihan pendapat ini, pemilihan pimpinan KPK menjadi terukur. Padahal, proses pemilihan KPK masih harus melewati dua tahap lagi setelah pemilihan di DPR. Yakni menyerahkan nama pimpinan KPK yang dipilih DPR kepada Presiden, dan dan penetapan calon pimpinan KPK oleh Presiden.

Waktu pemilihan pimpinan KPK di DPR tersisa 15 hari lagi, terhitung sejak 19 Agustus 2011. Sesuai UU, pembahasan di DPR selama 3 bulan (90 hari kalender), maka batas waktu DPR untuk menentukan pimpinan KPK adalah 29 Oktober 2011. [mvi]

Tidak ada komentar: